SUKABUMI- Ada yang tidak lazim dengan ular sanca di Sukabumi, Jawa Barat, ini. Bagian kepala dan ekornya memiliki keanehan jika dibanding ular sejenisnya.
Sanca dengan bobot 150 kilogram milik warga Kampung Nagrak kulon, Desa Nagrak Selatan, Sukabumi, ini memiliki dua kaki yang terletak dekat ekor. Bagian kepalanya juga mahkota.
Sikapnya pun sangat aneh karena meniru apa yang dilakukan manusia. Dia tidak mau memakan santapan daging dari hewan yang belum disembelih.
Selama hampir 20 tahun Asep Saeful dan istrinya Heri Saroh Wariem memilihara ular yang diberi nama Kudjang ini seperti keluarga sendiri. Kudjang juga sudah menjadi sahabat sekaligus teman bermain bagi kelima anak Asep.
Asep mengaku tidak memiliki perasaan takut dimakan ular sepanjang 6 meter ini. “Saya malah tenang kalau anak-anak main sama Kudjang,” tutur Asep.
Menurut Asep, dua kaki di ujung ekor Kudjang akan memanjang jika bergerak. Selain itu di kepalanya mirip ujung tombak berupa senjata warga sunda berupa kudjang. Inilah yang menjadi alasan mengapa sanca bodo ini dinamai Kudjang. Keanehan lain ada pusar yang muncul di kepala.
Tak seperti ular lainnya, Kudjang justru takut dengan dengan ayam hidup atau kucing. Padahal dua hewan itu seharusnya menjadi mangsanya.
Asep mengaku mendapat ular ini saat dirinya berburu di hutan. Tak ada keanehan yang dia rasakan saat itu. Hanya saja keinginan untuk merawat ular itu sangat tinggi. Padahal sebelumnya dia selalu menjual atau memanfaatkan jika menemui ular.
Lisna, anak Asep yang baru berumur 5 tahun, mengaku tak takut kepada Kudjang. Dia menyayangi seperti halnya teman atau saudara.
Sang pemilik yang hanya berprofesi sebagai kuli serabutan sama sekali tidak berniat menjual ular tersebut, kendati dia mengaku ingin sekali ada pihak yang membantu membuatkan kandang yang saat ini terlalu kecil.
Ular itu dianggap teman setia dan penghibur bagi anak-anaknya.
Sanca dengan bobot 150 kilogram milik warga Kampung Nagrak kulon, Desa Nagrak Selatan, Sukabumi, ini memiliki dua kaki yang terletak dekat ekor. Bagian kepalanya juga mahkota.
Sikapnya pun sangat aneh karena meniru apa yang dilakukan manusia. Dia tidak mau memakan santapan daging dari hewan yang belum disembelih.
Selama hampir 20 tahun Asep Saeful dan istrinya Heri Saroh Wariem memilihara ular yang diberi nama Kudjang ini seperti keluarga sendiri. Kudjang juga sudah menjadi sahabat sekaligus teman bermain bagi kelima anak Asep.
Asep mengaku tidak memiliki perasaan takut dimakan ular sepanjang 6 meter ini. “Saya malah tenang kalau anak-anak main sama Kudjang,” tutur Asep.
Menurut Asep, dua kaki di ujung ekor Kudjang akan memanjang jika bergerak. Selain itu di kepalanya mirip ujung tombak berupa senjata warga sunda berupa kudjang. Inilah yang menjadi alasan mengapa sanca bodo ini dinamai Kudjang. Keanehan lain ada pusar yang muncul di kepala.
Tak seperti ular lainnya, Kudjang justru takut dengan dengan ayam hidup atau kucing. Padahal dua hewan itu seharusnya menjadi mangsanya.
Asep mengaku mendapat ular ini saat dirinya berburu di hutan. Tak ada keanehan yang dia rasakan saat itu. Hanya saja keinginan untuk merawat ular itu sangat tinggi. Padahal sebelumnya dia selalu menjual atau memanfaatkan jika menemui ular.
Lisna, anak Asep yang baru berumur 5 tahun, mengaku tak takut kepada Kudjang. Dia menyayangi seperti halnya teman atau saudara.
Sang pemilik yang hanya berprofesi sebagai kuli serabutan sama sekali tidak berniat menjual ular tersebut, kendati dia mengaku ingin sekali ada pihak yang membantu membuatkan kandang yang saat ini terlalu kecil.
Ular itu dianggap teman setia dan penghibur bagi anak-anaknya.
Sumber: www.okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar